man in blue top giving box to man in gray top

Jadi Gurita dan Terus Menggurita

beberapa waktu terakhir ini ada yang menarik di kantor. paling mencolok adalah hilangnya dua penjual makanan yang sudah bertahun-tahun menjadi teman para karyawan saat lapar. bertahun-tahun ratusan lidah karyawan sudah menikmati kelezatan makanannya, bertahun-tahun saling menopang dan menghidupi. namun dalam sekejap semua hilang.

semenjak perpindahan kantin ke tempat baru yang sebetulnya lebih representatif , lebih luas, lebih bagus dan lebih bersih aroma dan desas-desus beberapa penjual makanan akan dihentikan kerjasamanya sudah berhembus. namun baru benar-benar terjadi beberapa waktu yang lalu.

versi pedagang makanan yang di kick -yang didapat dari pengelola- adalah refresh penjual yang baru, alias ganti menu. sebenarnya benar juga ganti menu, tapi anehnya kalau ganti menu agak kurang pas karena yang di-off-kan adalah ramesan dengan menu nasi sayur mirip warteg. sedangkan pedagang lain tidak.

namun menurut saya bukan itu, tapi faktor kebersihan. penjual makanan ramesan yang open kitchen cenderung lebih kotor dan “jorok” dapurnya. ini berbeda dengan makanan siap saji local food ala indonesia yaitu penyetan dan mie ayam yang tinggal goreng, rebus, seduh. lebih efisien dan kebersihannya lebih mudah terjamin.

dalam sekejap dunia dan kehidupan pedagang yang di-kick berubah. penghidupannya hilang, saat saya tanya akan jualan dimana, semuanya masih bingung. entah apa yang akan dilakukan, waktu 1 bulan yang diberikan tidak cukup untuk mencari tempat baru. pun dapat tempat baru tetap butuh modal lagi untuk membuka warung dengan tidak ada jaminan lokasi baru akan sebaik kantin kantor.

di kantin kantor semuanya terhitung, kapan masak, berapa jumlah pembeli, berapa potensial pendapatan hingga mitigasi saat ada makanan yang tidak habis, pengalaman bertahun-tahun menyesuaikan kemampuan keuangan karyawan, jam istirahat yang bergelombang hingga hari-hari tertentu yang ramai semuanya sudah dipelajari, tapi di tempat baru semua itu belum tentu bisa.

dalam bisnis apa yang terjadi pada pedagang kantin bisa terjadi pada siapapun pedagang, pebisnis, dan penjual di seluruh dunia.. apalagi bagi mereka yang bisnisnya tergantung dan terikat pada sistem diluar kontrolnya. apa itu sistem diluar kontrol, jadi seperti ini. banyak bisnis terikat pada kebijakan dan sistem yang diluar kendalinya. misalnya pedagang di kantin yang suatu saat manajemen dan kebijakan manajemen berubah maka akan langsung berdampak pada bisnis.

dalam sekala bisnis lain pengusaha-pengusaha energi dan minerba sangat tergantung pada kebijakan pemerintah sebagai “pemilik lahan” itulah kenapa mereka harus rajin dan bermain dengan orang dilingkungan pmerintahan. dari tampak luar sesungguhnya pengusaha tidak bisa masuk kedalam sistem pemerintahan, tapi mereka faham dan harus terlibat dengan pembuat kebijakan jika ingin bisnisnya lancar. bedanya dengan pedagang kantin tadi pengusaha punya sumber dara untuk masuk dan terlibat pada sistem sekaligus “mengendalikannya” saat daurat.

pedagang tadi sebenarnya mirip dengan para pedagang makanan yang menggantungkan dirinya di aplikasi online. hari ini mungkin seperti bulan madu, tapi siapa yang tahun beberapa waktu kemudian sistem diaplikasinya berubah dan masa bulan madu itu berakhir.

hal ini yang membuat saya akhir-akhir ini berfikir dan berdebat dengan istri. kebetulan kami punya usaha yang dulu tidak tergantung pada order online tapi sekarang sangat tergantung order online. sebagai pemilik usaha kuliner sesungguhnya kami berharap orang akan datang ke kedai, menikmati makanan dan menjadikan pengalaman makan adalah sebuah kenangan yang berharga dimana menjadi ruang dan waktu untuk saling bicara bersama teman, keluarga, dan kolega.

tapi semenjak pandemi pengusaha kuliner sangat terdampak, untuk tetap bertahan mau tidak mau kami beralih ke online. tapi sistem beli online ini pada akhirnya hanya perang harga dan diskon. sangat melelahkan dan menyakitkan. kita tidak hanya dituntut untuk memberi diskon tapi juga menjadikan makanan dan kedai kami berada dibelantara merchant di aplikasi.

kami merasa ini sudah tidak sehat, kami harus kembali ke awal bagaimana visi kami menghadirkan pengalaman makan yang menyenangkan. kami berharap orang datang karena rasa, suasana sehingga ada ikatan emosi antara pelanggan dan kedai makanan.

buat kami terikat pada sistem order online sudah sunnatullah yang harus dijalani. itu adalah takdir zaman yang mau tidak mau harus ikut jika tidak mau ketinggalan zaman. namun setiap bisnis seharusnya tidak berdiri di satu kaki, apalagi kaki itu sesuatu yang sebenarnya tidak bisa dikendalikan.

seperti pedagang kantin tadi yang bingung setelah dikeluarkan dari kantin kantor kebingungan harus kemana -semoga mereka mendapat tempat baru yang lebih baik- dan bagaimana. mereka menggantungkan hidupnya selama ini berjualan di kantin kantor, mereka hanya punya satu kaki penopang bisnisnya, dimana sistem penopangnya tidak bisa dikendalikan dan sangat ketergantungan.

setiap bisnis bagi saya tidak bisa hidup di satu sistem, yang hebat adalah mereka yang bisa menciptakan sistem dan ekosistemnya sendiri. tidak banyak yang sudah sampai titik ini, di indonesia kita bisa lihat nama bear seperti ASTRA, ADARO, EMTEK, CT Corp, MNC Grup dll. di dunia yang lebih besar lagi bisa lihat IBM, Microsoft, APPLE, Alphabet (Google Group), META (Facebook Group), dll.

jika kita belum sebesar mereka dan semoga suatu saat bisa sebesar mereka, mulai dari hal yang sederhana yaitu menjadikan bisnis kita tidak terlalu diikat sistem, atau minimal tidak berdiri di satu sistem. saya dan istri juga sedang belajar dan berusaha merintisnya -tolong didoakan gaes-secara bertahap.

kami ingin membangun kedai dimana orang datang untuk makan, tetap ikut online tapi tidak dijadikan yang utama, kedepan melayani catering event, membuat cabang dengan beberapa variasi skema, dan kami harap mampu produksi sebagai supplier dan produsen. dan tentu saja kedepan mampu mengembangkan lebih besar dan beragam lagi.

jika anda penjual online yang sudah sangat tergantung dengan marketplace cobalah membangun jaringan offline atau membuat situs atau website sendiri dimana secara perlahan pelanggan anda dibawa pada sistem anda sendiri sehingga data pelanggan anda kuasai. tidak perlu buru-buru lakukan secara bertahap.

begitupun jika selama ini anda kuat di offline cobalah untuk mulai masuk ke online secara bertahap. diversifikasi tidak selalu tentang produk tapi juga bagaimana bisnis anda ditopang.

sebisa mungkin kurangi ketergantungan pada sistem yang tidak bisa kita kendalikan, di awal untuk memulai tak masalah, tapi coba perlahan dikurangi ketergantungannya. kita tidak tahu kapan sistem itu bertahan atau kita masih ada disana. saat hal buruk terjadi -meski tak pernah kita harapkan- kita sudah siap.

jika kita anggap sistem itu adalah tiang maka semakin banyak tiang penopang akan semakin kuat. jika kita anggap bisnis kita itu bahtera yang besar, anda tetap perlu sekoci. kadang kita merasa besar dan kuat lalu lupa menyiapkan sekoci. anda boleh punya banyak kapal besar, tapi tanpa sekoci anda tetap tidak bisa berpindah kapal.

ada satu frasa yang saya suka soal bisnis, “jadilah gurita dan terus menggurita”

dalam bisnis punya banyak cabang itu penting tapi kalau soal pasangan jangan coba main-main sama cabang kalau tidak mau timbul prahara di bahtera.

You May Also Like

man and woman wearing brown leather jackets

Perempuan yang di Hardik di Depan Publik

a vintage typewriter

Menulis dan Belajar Berkomitmen

woman in denim jacket and black pants walking on sidewalk

Karena hidup tak sekedar makan

Pengalaman Perpanjang SIM luar DIY di Jogja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.