Kolaborasi untuk Membangun Manusia Indonesia Unggul di Era Disrupsi
Seperti kita ketahui bersama bahwa pembangunan sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam memenangkan persaingan global. Ditengah ketidakpastian global yang penuh disrupsi membawa konsekuensi semakin ketatnya persaingan. Maka langkah strategis sudah selayaknya menjadi prioritas seluruh pemangku kepentingan di Republik ini, tidak hanya pemerintah tapi juga sektor swasta seperti Kadin Indonesia.
Semua negara maju di dunia ini meletakan pondasi kuat pembangunan negaranya pada Sumber Daya Manusia yang unggul dan produktif. Negara-negara maju tidak ditopang oleh sumberdaya alam tapi oleh unggulnya kualitas manusia.
Jerman dan Jepang contohnya, selepas kekalahan Perang Dunia 2 yang sangat menyakitkan mereka fokus pada pembangunan manusianya menjadi unggul. Tetangga terdekat kita Singapura juga meletakan manusia sebagai “pondasi” kemajuan negaranya selepas pulau kecil itu melepaskan diri dari fedrasi malaysia.
Jika manusianya unggul dan produktif maka industrinya juga maju sehingga berdampak secara keseluruhan pada kemajuan negara.
Pembangunan sumber daya manusia harusnya menjadi tantangan bagi kita semua. Pada tahun 2018 Bank Dunia menyebutkan bahwa kualitas SDM Indonesia berada di peringkat 87 dari 157 negara.
Sementara itu, di tahun yang sama, Business World memaparkan bahwa peringkat daya saing SDM Indonesia berada di ranking 45 dari 63 negara. Posisi Indonesia masih dibawah dari dua nnegeri jiran yaitu Singapura dan Malaysia yang berada diposisi 13 dan 22.
Bagi suatu bangsa pembangunan sumberdaya manusia suatu keharusan, karena sejatinya pembangunan tidak hanya dilihat dari capaian fisik saja tetapi juga dari sudut manusianya.

Harapan dan Tantangan
Masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia sedang diubah oleh kemajuan teknologi, yang mendefinisikan kembali cara orang hidup, pola bekerja dan belajar, dan cara bermain serta menikmati Hiburan. Perkembangan dalam konektivitas dan daya komputasi, bersama dengan teknologi seperti itu otomatisasi, machine learning, dan artificial intelligence berada dalam jantung perubahan.
Kita bersyukur di era digital dan kemajuan tekhnologi ini harusnya membuat jarak indonesia dengan negara maju bisa dipangkas. Bukan tidak mungkin kita bisa menyamai dan mengejar ketinggalan. Sehingga pada era ini kita dapat meningkatkan sumber daya manusia dengan lebih cepat dibanding 2-3 dekade yang lampau!? Harusnya!.
Tapi ini tak biasa dibiarkan alami begitu saja, perlu adanya inisiatif serta dorongan kuat dari berbagai pemangku kepentingan di semua sektor untuk saling bahu membahu. Peran aktif pemerintah dan industri seperti Kadin Indonesia akan sangat membantu dan posisinya sangat penting untuk kemajuan sumber daya manusia indonesia.
Indonesia harus fokus pada pembangunan infrastruktur digital untuk mengembangkan pendidikan masa depan yang sia kerja dan menumbuhkan ekosistem inovasi yang mendukung industri lokal.
Manusia Unggul, Manusia Masa Depan
Indonesia sedang mengalami Golden age demografis saat ini, dengan tingginya populasi usia muda (42,4 persen dari populasi berusia antara 25 dan 54, menurut penelitian World Population Review terbaru). Para Generasi muda ini perlu dilatih dalam keterampilan dibutuhkan untuk berkembang di era digital, seperti critical thinking dan problem solving skills, creative thinking, digital literacy, dan berbagai soft skill yang berhubungan dengan hubungan sosial dan emosional. Semua akan menjadi vital karena masa depan semakin cepat bergerak.
Pemerintah sudah mulai mengambil langkah yang diperlukan pada pendidikan tingkat dasar, sekolah vokasi dan pengembangan universitas melalui kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Pemerintah memang membangun narasi besar soal pembangunan sumber daya manusia, meskipun kenyataannya dilapangan masih jauh panggang dari api. Masih adanya sejumlah kesenjangan dalma dunia pendidikan antar daerah. Jarak antara Jakarta dan Papua tidak hanya jauh dalam hitungan kilometer dan ekonomi tapi jauh dalam pendidikan.
Alokasi belanja pendidikan sebesar 20% dari APBN memang terlihat besar . tapi jika dilihat lebih jauh rasio belanja pendidikan Indonesia terhadap PDB cuma 3,58%, jauh lebih rendah dari Australia 5,32% atau Malaysia 4,97%. 20% dana pendidikan pun tersebar di banyak sektor dan daerah.
Untukitulah pentingnya peran swasta dalam pembangan sumber daya manusia yang unggul dan produktif. Pemerintah tidak boleh berjalan sendiri, sinergitas dan kolaborasi dengan swasta sangat diperlukan, karena pada akhirnya generasi emas indoensia akan diserap oleh dunia industri.
Untuk memperbaiki ini, pembuat kebijakan harus mengambil tiga langkah berikut:
- Dorong pengembangan keterampilan sektor swasta.
Pemerintah harus memberi insentif dan dorongan melalui kebijakan untuk meningkatkan skill dan pengetahuan untuk membangun tenaga kerja yang cocok untuk masa depan. Pemerintah juga harus memfasilitasi forum lintas organisasi dan lintas industri untuk pelatihan dan pertukaran pengetahuan.
Pengembangan keterampilan sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti juga halnya dengan melibatkan sektor swasta dalam mengambil bagian guna meningkatkan tenaga kerja yang terampil. Karena itu, melalui semangat wirausaha yang inovatif, serta dinamika dan skalabilitas dari solusi-solusi yang berbasis pada pasar dapat menjadi salah satu jawaban atas tantangan pembangunan berkelanjutan.
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) sebagai satu-satunya organisasi sebagai wadah pengusaha Indonesia dan bergerak dalam bidang perekonomian juga harus berperan aktif. Peran aktif dalam memfaslitasi kerjasama antar dunia usaha lintas sektor maupun dunia usaha dengan pemerintah.
- Korelasi kurikulum pendidikan dengan Industri.
Mau tidak mau pemerintah harus mendesain ulang Kurikulum secara keseluruhan. Sehingga keterampilan sains dan tekhnologi di sesuaikan dengan kebutuhan swasta dan industri. Pendidikan sekrang sering tidak linier dengan industri sehingga lulusan sekolah vokasi dan universitas tidak siap kerja. Sehingga pihak swasta harus memberi pelatihan ulang atau “disekolahkan” lagi supaya skillnya lebih unggul dan lebih produktif.
Padahal seharusnya hal seperti itu tidak terjadi. Dunia kerja harusnya menyerap manusia unggul yang siap kerja dan produktif. Ide ini tentu akan banyak menimbulkan kontroversi, tinggal pemerintah siap atau tidak.
Kurikulum juga harus ramah dengan perkemabangan tekhnologi di era digital yang tak dapat ditahan lagi. Cara-cara konvensional yang tradisional harus sudah mulai dikurangi.Dalam laporannya OECD menyebutkan ada hubungan antara skor PISA dengan tingkat PDB per kapita sebuah negara. Tak dapat dipungkiri lagi cara mendongkrak ekonomi adalah melalui pendidikan. Taiwan, Singapura, Korea Selatan, China, hingga jiran kita Malaysia adalah contoh nyata.
- Membangun kolaborasi industri-universitas
Kolaborasi antara universitas dan industri sangat penting untuk pengembangan sumber daya manusia (pendidikan dan pelatihan), akusisi dan adopsi sains dan tekhnologi (inovasi dan transfer teknologi), dan pengembangan usaha dan startup.
KADIN (Kamar Dagang dan Industri ) sebagai rumah bagi sektor industri tanah air harus bisa menjadi faslitator dan juga sekaligus katalisator kolaborasi.
Manfaat dari keterkaitan industri-universitas sangat luas: keduanya dapat saling mengoordinasikan agenda penelitian dan pengembangan, merangsang investasi riset swasta dan mengeksploitasi sinergi serta saling melengkapi kemampuan ilmiah dan teknologi. Kolaborasi industri-universitas juga dapat memperluas relevansi penelitian yang mendorong komersialisasi hasil riset.
Selain itu juga kolaborasi universitas-industri juga terbukti di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, sebuah penelitian di Chili dan Kolombia menunjukkan bahwa kolaborasi dengan universitas secara substansial meningkatkan kecenderungan perusahaan untuk memperkenalkan produk baru dan mematenkan hasil penelitian hingga menjadi produk komersial.
Kolaborasi dapat fokus pada pelatihan dan/atau kegiatan penelitian. Jika ini bener-benar di dorong bukan mustahil kualitas sumber daya manusia indonesia bisa bersaing dengan negara-negara maju.

Syahdan
“Bonus demografi adalah tantangan sekaligus kesempatan besar …… Akan menjadi sukses jika kita mampu menghasilkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang maju ,”.
Presiden Joko Widodo Dalam awal pelantikan presiden di Gedung DPR/MPR tahun 2019
Ucapan Presiden ini juga selaras dengan fokus KADIN pada Rapimnas Bali 2019 untuk meningkatkan daya saing nasional sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi berkualitas seperti menciptakan lapangan kerja layak, mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan pertumbuhan yang berkeadilan.
daya saing nasional berarti kemampuan sumber daya manusia yang tangguh, unggul dan produktif sehingga menjadi bagian penting dari pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan manusia indonesia pada daya saing global.
Bonus demografi ini adalah kesempatan, peluang dan tantangan Indonesia menuju indonesia emas 2045. Generasi emas indonesia sekarang jika di kelola dengan baik akan jadi ujung tombak bagi kemajuan indonesia dimasa depan.
Untuk membangun generasi manusia indonesia yang unggul dan produktif bukan tanggungjawab satu dua pihak, tapi semua pemangku kepentingan. Kolaborasi berbagai sektor seperti pemerintah, dunia industri dan dunia pendidikan harus benar-benar berjalan sehingga mendorong Indonesia lebih produktif, berdaya saing, dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan global yang dinamis dan penuh risiko.
Karena dengan Sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing global lah Indonesia bisa menjadi negara maju yang produktif baik itu di sektor industri dan tekhnologi. Tanpa kolaborasi kita tidak mungkin menghadapi dunia yang penuh disrupsi.
industri kan perdebatannya soal upah murah, kenapa china jadi raksasa manufaktur ya karena penduduknya banyak, upah murah dan buruh ga bsia demo kaya di indonesia. aku rasa mulainya ya dari industru tumbuh dulu, kl nunggu pendidikan terlalu ribet.
iya bener juga, mirip lingkaran, makanya aku bilang ya kolaborasi. ga bisa gerak sendiri-sendiri. buruh tetap harus dihargai dengan pendapatan yang layak. copy-paste dari china ga bisa, indonesia harus bangun culture sendiri. kata kuncinya tetep produktif sih
tapi china kan bangun industru dulu dengan upah murah tho, karena industri naik ekonomi naik ya pendidikan naik. kolaborasi iya penting buat naikin SDM, tp bentuknya gmn ?
contohnya kamu bilang kalau salah satu idenya kerjasama pengembangan keahlian antar lintas sekotri industri. idealnya gitu. tp kenyataan dilapangan karyawan berpertasi bisa saling bajak antar perusahaan, atau di amerika perang paten di pengadilan seperti samsung dan apple
ya itu kolaborasi, sederhananya ya kerjasama. perang paten samsung dan apple ga menghasilkan apapun kan.
coba lihat google, dengan android, google bikin android jadi open source gratisan, lisensi bisa dipakai. hasilnya semua kecipratan.
justru kalau ada semacam pelatihan keahlian bersama ga ada saling bajak karena semua kan sudah terstandarisasi. justru saling berbagi. iya kan.
aku setuju sama ide kolaborasi universitas-industri, ya diamerika gitu, riset di kampus dan perusahaan membiayai riset tapi hak paten diambil perusahaan. semua untung. di indonesia ga bisa, perusahaan lebih suka inves bikin bangunan, kan ga beres, contoh gedung pertamax di ugm atau gedung roti xyz di kampus abc. jadi legacy aja, ga ada nilai ekonominya. padahal kl jadi dana riset mantap banget.
tapi problemnya apa riset akademisi itu bisa dipaten dan di komerisalisasi industri, pengusaha indonesia masih pada ragu juga kan.
kerjasamanya masih sekedar proyek, seperti konsultan, amdal, jadi lebih ke individu dosen yang dikontrak perusahaan. efeknya dosen ya lebih suka ngejar proyek di luar kampus, duitnya lebih gede dibanding jadi dosen wkwkwkwkwkwk
ya harus mau mulai, ga bisa ngga kan. penting semacam pilot project gitu. mungkin sudah ada tapi kita juga kan ga tau bentuk kerjasamanya. lagipula kalau bener dilakukan perusahaan ga perlu R&D.
problem lain industri di indonesia masih kuat dominasi tambang, dan manufaktur juga kan sekedar produksi merek asing. contoh R&D di jepang rakit di indonesia.
agak susah sih, tp optimis ada jalan. kl skill fokus di buruh aja ya ga naik, supaya SDM naik perlu riset dan dorong lembaga pendidikan seperti kampus. peran kampus jadi penting.
kl ide ku sih gmn beasiswa ga sekedar menguap semacam sodakoh, tapi punya nilai lebih. misal yang dapat beasiswa harus menghasilkan sesuatu yang bernilai komersil bagi perusahaan. lebih greget kan.
lah iya bener gitu, soal model beasiswa ide menarik tuh. beasiswa ga nguap gitu aja. lulus ya udah, penerima beasiswa ya ga diambil oleh perusahaan. artinya jangan2 penerima beasiswa aja ga sesuai kualifikasi perusahaan dong. kan susah.
dan ga semua riset ga bisa langsung diterapin kan, ga semua paten bisa langsung di komersilan atau dijual. antar hasil riset harus dikombinasikan jadi barang siap jual.
problem lain di dunia kerja, bukan rahasia umum kl budaya santuy indonesia ini kental banget, jadi ga produktif. padahl PR besarnya gimana SDM khususnya angkatan kerja yang jadi bonus demografi ini produktif kan.
simpelnya gini, untuk dapat siswa berkualitas perlu sekolah yang bagus dan guru bagus. kecuali bakat alam ga ada orang tiba2 pintar sekolah di sekolahan yang bocor dan banjir trus.
jadi bangun pendidikan yang bagus kan, ada benernya. yang utama tetep klture. kurikulum yang aku maksud tak sekedar mata pelajaran dan sains tapi lebih bagaimana menciptakan budaya kerja, budaya belajar dan sikap.
kuncinya itu. membangun budaya bangsa yang cerdas dan pekerja keras.
emang lu yakin masih hidup pas 100 tahun indoensia 2045 ziz ?
Insya Allah bosquuu semoga masih ada umur dan sehat wal afiat, panjang umur, sehat ,banyak amal keluarga sejahtera, istri solehah anak-anak berbaki dan banyak temen baik hahahhaha lengkaplah,
ikut lomba ya ? aku ikut juga ah sampai kapan deadlinnya ?
31 desember, jangan ikut lah nanti nambah pesaing heheheh
lah sekor pisa berpengaruh pada PDB, atau PDB yang berpengaruh pasa sekor PISA. jangan2 negarnaya maju dulu baru sekor PISA naik, bukan sebaliknya, nah loh
semacam lingkaran yang tak berujung.
masa pengusaha harus ngurusin pendidikan juga ? mereka aja pusing liat ekonomi indonesia hahahah, iya kan, gue aja yang buka usaha kecil2an pengennya orang masuk udah jadi. terbaik, berkualitas dan produktif
ga gitu juga, pengusaha dan dunia industri aku rasa tetap ada kewajiban moral untuk itu. kl SDM rendah dan ga produktif ya industri kena sial juga. KADIN sebagai bagian dari pemangku kepentingan secara moral punya kewajiban untuk turut terlibat dan membantu dan punya peranan penting menaikan kualitas SDM indonesia. caranya ya bisa berbagai macam.
lu harus cek ini ziz kalau ngomongin daya sang indonesia
https://tradingeconomics.com/indonesia/competitiveness-rank
maap no offence, gua ga dukung jokowi atau anti jokowi, ini fair aja ya. daya saing indonesia turun sejak 2015
tahun 2015 indonesia ada di posisi 34, sekarang ada di posisi 50.
skor indonesia stagnan, skor negera lain naik drastis. artinya setengah dekade kita jalan ditempat.
apa pemerintah lupa bangun SDM kebanyakan bangun infrastruktur. kita lihat aja, katanya program periode 2 ini jokowi fokus ke SDM, ukurannya buatku dua aja cukup.
untuk akademik PISA, untuk bisnis ya global competitiveness index (GCI)
nah itu PR sekarang. gimana daya saing bisa meningkat. supaya generasi muda seperti kita bisa naik kan. generasi kedepan bisa punya daya saing, ga ketinggalan di era tekhnologi, ga sekedar jadi tujuan pasar dan konsumen.
soal PISA dan GCI rasanya aku sepakat. meskipun ga sepenuhnya. buatku ga sekedas soal angka2 dan index tapi juga kenyataan dilapangan. untukitulah kolaborasi jadi penting istilahnya “maju bersama”. ga jalan sendiri2, jadi kolaboratif ini penting, ga mudah, ga bisa cepat, tapi yakin lah bisa dan akan selalu ada jalan kl kita mau dan konsisten.
jika SDM gini2 aja ya kita ketinggalan. harus lari kita, ga bisa jalan2 lagi. kl ga kuat lari, istirahat sebenatar boleh buat bikin mobil, nanti mobilnya bisa buat ngebut.